10 SEPTEMBER 2019
AKUNTANSI
SYARIAH : “SEJARAH AKUNTANSI SYARIAH”
Rania
Farah Salsabila
Manajemen
Keuangan dan Perbankan Syariah 2018
STIE
INDONESIA BANKING SCHOOL
Abstract
The birth of
shariah accounting paradigm can not be separated from the factors of
development of Islamic economic discourse and sharia financial system that
began to emerge since the mid-1990s. For some, shari'ah accounting is something
that is "forced". This assumption is neither misleading nor true,
since shari'a accounting has a strong historical roots in Islamic civilization
long before Western civilization reached its golden peak until today. The
existence of Islamic civilization that lasted for 600-1300 AD, where the
progress of Islamic science reached its peak of the year 900-1200 M. Recording
procedure has begun to be practiced since the Caliph Umar Bin Khattab, ie in
the period 14-24 H (636-645 M). At this time Baitul Mal requires formal
recording of funds obtained by institutions from various sources.
Keywords: Syari'ah
Accounting and Developmental History.
PENDAHULUAN
Akuntansi
dikenal sebagai sistem pembukuan "double entry". Menurut
sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku "Teori
Akuntansi", disebutkan akuntansi muncul pertama kali di Italia pada abad
ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli.
Beliau menulis buku "Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita"
dengan memuat satu bab mengenai "Double Entry Accounting System” . Karya
Luca Pacioli menjadi awal dari perkembangan teori akuntansi modern.
Menurut
Triyuwono (2012) ada beberapa kelemahan yang ditemukan pada akuntansi modern,
seperti adanya sifat “egoism” yang bukan hanya merefleksi ke dalam bentuk
private cost/benefits tetapi juga terlihat pada orientasi akuntansi untuk
melaporkan laba kepada pihak yang paling berkepentingan, yaitu shareholders,
yang menjadikan informasi itu berbau sifat “egoistic”. Manajemen dapat
melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan alam. Manajemen enggan
memeberikan gaji yang memadai bagi karyawannya, karena dengan pikiran egoistic
gaji yang tinggi akan memperbesar beban upah dan gaji. Tingginya beban ini akan
memperkecil laba. Itulah beberapa contoh dari lemahnya akuntansi modern.
Filosofi
lain dari akuntansi adalah accounting
follows the business. Dalam konteks ini, perkembangan akuntansi merupakan
respond an evaluasi terhadap perkembangan bisnis. Dalam konteks ini, akuntansi
berkembang sesuai dengan dan dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan (bisnis).
Akuntansi berkembang meliputi akutansi keuangan dan akuntansi manajemen tetapi
juga akuntansi social, akuntansi sumber daya manusia dan akuntansi keperlakuan.
SEJARAH
AKUNTANSI SYARIAH
Zaman Awal Perkembangan
Islam
Pendeklarasian negara Islam di Madinah (tahun
622 M atau bertepatan dengan tahun 1 H) didasari oleh konsep bahwa seluruh
muslim adalah bersaudara tanpa memandang ras, suku, warna kulit dan golongan,
sehingga seluruh kegiatan kenegaraan dilakukan secara bersama dan gotong-royong
di kalangan para muslimin. Hal ini dimungkinkan karena negara yang baru saja
berdiri tersebut hampir tidak memiliki pemasukan ataupun pengeluaran. Muhammad
Rasulullah SAW bertindak sebagai seorang Kepala Negara yang juga merangkap
sebagai Ketua Mahkamah Agung, Mufti Besar, dan Panglima Perang Tertinggi juga
penanggung jawab administrasi negara. Bentuk sekretariat negara masih sangat
sederhana dan baru didirikan pada akhir tahun ke 6 Hijriyah.
Telah menjadi tradisi bahwa bangsa Arab
melakukan dua kali perjalanan kafilah perdagangan, yaitu musim dingin dengan
tujuan perdagangan ke Yaman dan musim panas dengan tujuan ke Asy-Syam (sekarang
Syria, Lebanon, Jordania, Palestina dan Esrael). Perdagangan tersebut pada akhirnya
berkembang hingga ke Eropa terutama setelah penaklukan Mekah.
Dalam perkembangan selanjutnya, ketika ada
kewajiban zakat dan ‘ushr (pajak pertanian dari muslim), dan perluasan wilayah
sehingga dikenal adanya jizyah (pajak perlindungan dari non muslim) dan kharaj
(pajak pertanian dari non muslim), maka Rasul mendirikan Baitul Maal pada awal
abad ke-7.Fungsinya sebagai penyimpanan ketika
adanya pembayaran wajib zakat dan usur (pajak pertanian dari muslim) dan adanya
perluasan wilayah atau jizia yaitu pajak perlindungan dari non
muslim, dan juga adanya kharaj yaitu pajak pertanian dari non
muslim.. Konsep ini cukup maju pada zaman tersebut dimana seluruh
penerimaan dikumpulkan secara terpisah dengan peminpin negara dan baru akan
dikeluarkan untuk kepentingan negara. Walaupun disebutkan pengelolaan Baitul
Maal masih sederhana, tetapi nabi telah menunjuk petugas qadi, ditambah para
sekretaris dan pencatat administrasi pemerintahan. Mereka ini berjumlah 42
orang dan dibagi dalam empat bagian yaitu: sekretaris pernyataan, sekretaris
hubungan dan pencatatan tanah, sekretaris perjanjian, dan sekretaris
peperangan.
Zaman Empat Khalifah
Pada pemerintahan Abu Bakar, pengelolaan baitul
maal masih sangat sederhana dimana penerimaan dan pengeluaran dilakukan secara
seimbang sehingga hampir tidak pernah ada sisa.
Perubahan sistem administrasi yang cukup
signifikan dilakukan di era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatthab dengan
memperkenalkan istilah Diwan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas (636 M). Asal kata Diwan
dari bahasa Arab yang merupakan bentuk kata benda dari kata Dawwana yang
berarti penulisan. Diwan dapat diartikan sebagai tempat di mana pelaksana
duduk, bekerja dan di mana akuntansi dicatat dan disimpan. Diwan ini berfungsi
untuk mengurusi pembayaran gaji.
Khalifah Umar menunjuk beberapa orang pengelola
dan pencatat dari Persia untuk mengawasi pembukuan baitul maal. Pendirian Diwan
ini berasal dari usulan Homozon-seorang tahanan Persia dan menerima islam-
dengan menjelaskan tentang sistem administrasi yang dilakukan oleh Raja Sanian
(Siswanto, 2003). Ini terjadi setelah peperangan Al-Qadisiyyah-Persia dengan
panglima perang Sa’ad bin Abi Waqqas yang juga sahabat nabi, Al-Walid bin
Mughirah yang mengusulkan agar ada pencatatan untuk pemasukan dan pengeluaran
negara.
Hal ini kembali menunjukkan bahwa akuntansi
berkembang dari suatu lokasi ke lokasi lain sebagai akibat dari hubungan anatar
masyarakat. Selain itu, baitul maal juga sudah tidak terpusat lagi di Madinah
tatapi juga di daerah-daerah taklukan islam. Pada Diwan yang dibentuk oleh
Khalifah Umar terdapat 14 departemen dan 17 kelompok, di mana pembagian
departemen tersebut menunjukkan adanya pembagian tugas dalam sistem keuangan
dan pelapora keuangan yang baik. Pada masa itu istilah awal pembukuan dikenal
dengan jarridah atau menjadi istilah journal dalam bahasa inggris yang berarti
berita. Di Venice istilah ini dikeal dengan sebutan zournal.Fungsi akuntansi
telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam islam seperti: Al-Amel, Mubashor,
Al-Kateb, namun yang paling terkenal adalah Al-Kateb yang menunjukkan orang
yang bertanggung jawab untuk menuliskan dan mencatat informasi baik keuangan
maupun non keuangan. Sedangkan untuk khusus akuntan dikenal juga dengan nama
Muhasabah/Muhtasib yang menunjukkan orang yang bertanggung jawab melakukan
perhitungan.
Muhtasib adalah orang yang bertaggung jawab atas
lembaga Al-Hisba. Muhtasib bisa juga menyangkut pengawasan pasar yang
bertanggung jawab tidak hanya masalah ibadah. Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa
Muhtasib adalah kewajiban publik. Muhtasib bertugas menjelaskan berbagai
tindakan yang tidak pantas dalam berbagai kehidupan.
Perkembangan akuntansi tidak berhenti pada zaman Khalifah,tetapi dikembangkan
oleh filsuf Islam antara lain:Imam Syafi’i(768 M-820 M) dengan menjelaskan fungsi
akuntansi sebagai Review Book atau Auditing.Menurutnya,seorang auditor harus
memiliki kualifikasi tertentu yaitu orang yang hafal –Quran(sebagai value
judgement),intelektual,dapat dipercaya,bijaksana dan kualitas manusia yang baik
lainnya.
Demikianlah sejarah perkembangan praktik akuntansi dengan teknik tata buku
berpasangan yang sebenarnya,dimana akuntansi sudah dikenal pada masa kejayaan
Islam.Artinya,peradaban Islam tidak mungkin tidak memiliki
akuntansi.Permasalahannya adalah pemalsuan sejarah yang dilakukan beberapa
oknum di Barat dan ketidakmampuan umat Islam untuk menggali khazanah kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologinya sendiri.Kesimpulan,akuntansi sudah ada
sebelum Paciolli dan bahkan sebelum peradaban Islam dan akuntansi sudah ada
sejak masa kejayaan Islam dari 610 M-1250 M.
PENUTUP
Akuntansi Syariah adalah menyangkut semua aspek
kehidupan yang lebih luas tidak hanya menyangkut praktek ekonomi dan bisnis
sebagaimana dalam sistem kapitalis. Akuntansi Syariah sebenarnya lebih luas
dari hanya perhitungan angka, informasi keuangan atau pertanggungjawaban.
Dia menyangkut semua penegakan hukum sehingga
tidak ada pelanggaran hukum baik hukum sipil maupun hukum yang berkaitan dengan
ibadah.
Sementara di Indonesia,perkembangan akuntansi
syariah ini juga dinilai meningkat pesat di tandai dengan seringnya kita
menemukan seminar, workshop, diskusi dan berbagai pelatihan yang membahas
berbagai kegiatan ekonomi dan akuntansi Islam, mulai dari perbankan, asuransi,
pegadaian, sampai pada bidang pendidikan semua berlabel syariah.Dan pada saat
ini dapat kita lihat telah banyak berdiri bank atau institusi keuangan lainnya
yang berlandaskan akuntasi syariah,hal ini menandakan bahwa konsep akuntansi
syariah itu sudah sangat berkembang.Apalagi IAI juga mengeluarkan aturan
mengenai Akuntansi Syariah yang dituangkan dalam PSAK Syariah.
DAFTAR
PUSTAKA
Sofyan, Wiroso, Yusuf. (2010). Sejarah Akuntansi Syariah.
Akuntansi Perbankan Syariah,13.
Alim, MN. (2011). Akuntansi Syariah Esensi, Konsepsi, Epistimologi
dan Metodologi. FEB UTM.
Hasnidar. (2014).
Akuntansi Syariah Pendekatan Sejarah. STIEMM
No comments:
Post a Comment